Jakarta, Hangoutproject.id - Santiago, kota yang seringkali diguncang oleh gempa bumi alam, kini merasakan gempa yang berbeda—yang mengguncang dunia olahraga padel. Pada Kamis lalu, Premier Padel P1 menyajikan babak 16 besar yang dramatis dan mengejutkan, mengguncang fondasi yang telah dibangun dengan harapan tinggi. Dengan sejumlah hasil yang tak terduga, turnamen ini bergerak menuju perempat final dengan suasana yang penuh ketegangan dan ambisi, serta harapan untuk lebih banyak kejutan.
Kejutan Besar di Undian Putra
Dilansir dari premierpadel.com, dalam salah satu kejutan terbesar sepanjang turnamen, duo unggulan teratas Arturo Coello dan Agustin Tapia mengalami kekalahan mengejutkan di Babak 16 besar. Mereka takluk dalam dua set langsung (7-6, 6-4) dari pasangan muda Pablo Cardona dan Leo Augsburger, yang tampil luar biasa dan menampilkan permainan yang sangat cepat dan bertenaga. Kekalahan ini, khususnya bagi Tapia, yang belum pernah tersingkir sebelum perempat final di Premier Padel sebelumnya, menjadi sorotan besar. Bagi Coello dan Tapia, ini adalah kekalahan berturut-turut dalam dua turnamen besar, sebuah peringatan bahwa dominasi mereka mulai terancam. Meskipun begitu, dengan sejarah yang panjang, keduanya masih berpeluang bangkit dan kembali menguasai panggung padel dunia.
Cardona dan Augsburger, yang tidak diperhitungkan oleh banyak orang, memanfaatkan setiap kesempatan dengan sangat baik. Mereka berhasil memaksakan ritme permainan mereka, mengganggu dominasi Coello dan Tapia yang tampak kehilangan irama sepanjang pertandingan. Keberhasilan mereka menandai kebangkitan baru dari pesaing muda, dan ini mungkin akan menjadi titik balik penting dalam musim mereka.
Pertandingan Klasik di Lapangan Tengah
Salah satu pertandingan yang paling ditunggu adalah pertemuan antara unggulan ketiga, Juan Lebrón dan Franco Stupaczuk, melawan Gonzalo Alfonso dan Tolito Aguirre. Dalam pertandingan yang penuh intensitas, duo Argentina ini akhirnya menunjukkan ketangguhan mereka setelah kesulitan di awal pertandingan. Meskipun Alfonso dan Aguirre mengamankan set pertama, Lebrón dan Stupaczuk berhasil bangkit dengan memenangkan dua set berikutnya. Kemenangan ini mengirim mereka ke perempat final, membawa harapan besar untuk melanjutkan perjalanan mereka di turnamen ini.
Perempat Final yang Tidak Terduga
Babak 16 besar juga membawa beberapa kejutan lainnya, dengan sejumlah pasangan top seperti Martin Di Nenno dan Javi Garrido, serta Paquito Navarro dan Lucas Bergamini, tersingkir lebih awal. Dengan demikian, perempat final yang akan datang menyajikan gambaran yang sangat berbeda: setengah dari pasangan yang tersisa tidak masuk dalam delapan besar. Salah satu pertandingan yang menarik perhatian adalah bentrokan antara mantan pasangan Tino Libaak dan Leo Augsburger, yang kini akan berhadapan satu sama lain di lapangan. Selain itu, pertandingan antara Fede Chingotto dan Alejandro Galán melawan Jon Sanz dan Momo González, yang sedang dalam performa terbaik, akan menjadi sorotan utama.
Drama di Undian Putri
Di undian putri, cerita kejutan sedikit lebih terbatas. Namun, ada satu kekalahan besar yang mengubah alur cerita. Unggulan keempat Marta Ortega dan Sofia Araújo, yang sering kali tampil di babak final turnamen besar, harus menerima kenyataan pahit setelah kalah di babak 16 besar. Mereka dikalahkan oleh pasangan Marina Guinart dan Victoria Iglesias, yang memanfaatkan inkonsistensi lawan mereka untuk mengamankan kemenangan. Kekalahan ini menjadi yang pertama bagi Ortega dan Araújo sejak Roma 2024, yang juga secara kebetulan menjadi turnamen terakhir mereka sebelum berpisah sebagai pasangan.
Meskipun demikian, pasangan unggulan teratas lainnya, seperti Ariana Sánchez dan Paula Josemaría, serta duo yang paling bugar di turnamen ini, Gemma Triay dan Delfina Brea, melaju mulus menuju perempat final. Dengan performa stabil mereka, keduanya tetap menjadi kandidat kuat untuk mencapai final di akhir minggu.
Melangkah Menuju Perempat Final
Dengan hanya delapan pasangan yang tersisa di setiap undian, Premier Padel P1 di Santiago kini memasuki fase yang sangat tak terduga. Ketegangan semakin meningkat, dengan setiap pertandingan menjanjikan drama, ambisi, dan—tentu saja—lebih banyak kejutan. Babak perempat final yang akan datang menjanjikan lebih banyak kisah menarik, di mana pasangan yang lebih muda terus menantang dominasi para veteran, dan harapan besar terus berlanjut menuju gelar juara.
Dengan gempa olahraga yang mengguncang Santiago, turnamen ini telah menunjukkan betapa padel terus berkembang, menghadirkan kejutan dan ketegangan yang sulit diprediksi. Kini, mata dunia tertuju pada pertempuran yang semakin intens di Premier Padel P1.
Jakarta, Hangoutproject.id - 5 Juni 2025 — Stadion Utama Gelora Bung Karno kembali menjadi saksi sejarah. Di hadapan puluhan ribu suporter yang memadati tribun, Timnas Indonesia sukses menumbangkan China dengan skor tipis namun krusial, 1-0, dalam lanjutan fase Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Kemenangan ini tak hanya mempertebal harapan Garuda untuk melangkah ke putaran keempat kualifikasi, tetapi juga sekaligus memupus mimpi Tim Naga—julukan tim nasional China—untuk tampil di panggung sepak bola terbesar sejagat.
Gol Tunggal Berbalut Emosi
Dilansir dari sindonews.com, satu-satunya gol dalam laga yang berlangsung sengit ini tercipta lewat titik putih. Di menit ke-43, Ricky Kambuaya dijatuhkan di dalam kotak penalti, memaksa wasit meninjau ulang insiden lewat VAR. Setelah keputusan dibuat, Ole Romeny maju sebagai algojo. Tanpa ragu, penyerang naturalisasi itu mengarahkan bola ke pojok gawang dan membuat SUGBK meledak dalam euforia. Gol ini menjadi gol ketiganya bersama tim Merah Putih—dan mungkin yang paling emosional sejauh ini.
Pertarungan Penuh Gairah
Sejak awal laga, tensi pertandingan langsung tinggi. Indonesia tampil percaya diri dan agresif, menggempur pertahanan China yang dikenal kokoh. Serangan silih berganti terjadi, dengan enam tendangan tercatat dilepaskan skuad Garuda, satu diantaranya mengarah tepat ke gawang.
China bukan tanpa perlawanan. Mereka mengubah strategi di babak kedua dan nyaris menyamakan kedudukan dua menit selepas jeda. Namun, aksi sigap Emil Audero di bawah mistar menggagalkan peluang emas tersebut.
Laga pun terus berlangsung panas hingga menit akhir. Kedua tim saling jual beli serangan, namun pertahanan disiplin dan semangat juang tinggi para pemain Indonesia mampu menjaga keunggulan hingga peluit panjang dibunyikan.
Asa Garuda, Gugurnya Naga
Dengan kemenangan ini, Indonesia terus menjaga asa untuk lolos ke babak keempat kualifikasi. Performa solid yang ditunjukkan malam ini semakin menegaskan bahwa tim Merah Putih bukan sekedar penggembira di Grup C.
Sebaliknya, hasil ini menjadi pil pahit bagi China. Dengan satu laga tersisa dan hanya mengantongi enam poin, peluang mereka untuk tampil di Piala Dunia 2026 dipastikan sirna. Jalan menuju Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada resmi tertutup.
Catatan Penting
- Skor Akhir: Indonesia 1-0 China
- Pencetak Gol: Ole Romeney (43’ - penalti)
- Pemain Terbaik: Emil Audero (penyelamatan krusial di babak kedua)
- Kehadiran Penonton: ±70.000 orang di SUGBK
Kemenangan atas China ini akan dikenang sebagai salah satu momen paling penting dalam perjalanan panjang Timnas Indonesia. Dengan satu laga tersisa di fase grup, seluruh mata kini tertuju ke langkah selanjutnya skuad Garuda. Satu hal pasti: semangat Merah Putih tengah menyala, dan dukungan suporter akan terus menjadi bahan bakar menuju mimpi besar bernama Piala Dunia.
Friday, 06 Jun 2025
Jakarta, Hangoutproject.id - DARTSLIVE kembali hadir dengan gebrakan kompetisi bergengsi “SUPER LEAGUE SEASON 1”, sebuah liga darts berskala besar yang mempertemukan 23 tim dari berbagai penjuru Jakarta dan sekitarnya. Dengan format liga kandang-tandang (home and away), atmosfer kompetitif pun terasa semakin kental.
Format Liga: Taktil, Strategi, dan Sinergi
Dalam setiap pertandingan liga ini, masing-masing tim akan saling adu strategi melalui 7 pertandingan — terdiri dari 3 single dan 4 double. Format ini menuntut kekompakan tim, penempatan pemain yang cermat, serta mental juara dalam setiap pertandingan.
Week 2: Duel Seru di Afterhour PIK
Pekan kedua SUPER LEAGUE SEASON 1 berlangsung pada hari Selasa malam pukul 19.30 WIB, serempak di 5 lokasi (shop) salah satunya Afterhour Billiard, PIK. Salah satu laga yang mencuri perhatian adalah pertemuan antara Tim Mr. P melawan Sparta Kratos.
Line-up Tim Mr. P:
- Benny Tandean
- Lourdy Yoso
- Angelika Friskylia
Line-up Sparta Kratos:
- Sunny Kings Handoko
- Jojo Julianne
- Edo Tanuwijaya
- Benedictus Alexander Leo
Sejak pertandingan dimulai, Tim Mr. P tampil dengan percaya diri tinggi. Dengan kombinasi ketenangan Benny, keakuratan Lourdy, dan daya juang Angel, mereka mampu mengendalikan tempo permainan sejak awal hingga akhir. Meski Sparta Kratos sempat mencuri satu kemenangan di salah satu partai double, Tim Mr. P tetap terlalu tangguh. Hasil akhir: 6 - 1 untuk kemenangan telak Tim Mr. P.
Liga Bergengsi yang Menyatukan Komunitas Darts
SUPER LEAGUE SEASON 1 bukan hanya soal kompetisi, tetapi juga tentang membangun komunitas. Liga ini mempertemukan 23 tim yang masing-masing diperkuat oleh 3 hingga 4 pemain, bertarung dalam sistem home and away yang berlangsung selama kurang lebih 3 bulan. Dengan dukungan penuh dari sponsor utama Mr. P, turnamen ini menjadi ajang pembuktian sekaligus persaudaraan antar pemain darts tanah air.
Pertandingan dilangsungkan secara serentak di 5 lokasi utama (shop):
- Darts Hub, Sedayu City
- Firewok Eating House, Sunter
- Afterhour Billiard, PIK
- Buddy Pool, Kebon Jeruk
- Cartel Billiard, Gading Serpong
Dengan lokasi yang tersebar strategis, liga ini mampu menjangkau lebih banyak pecinta darts dan menciptakan atmosfer persaingan yang merata dan menyeluruh.
Puncak Liga: Grand Final 9 Agustus 2025
Segala perjuangan, strategi, dan drama di sepanjang liga ini akan bermuara pada satu titik: Grand Final SUPER LEAGUE SEASON 1, yang akan digelar pada 9 Agustus 2025. Pertandingan penentu ini diyakini akan menyuguhkan duel sarat emosi, karena hanya satu tim yang berhak mengangkat trofi juara perdana liga ini.
SUPER LEAGUE SEASON 1 telah membuka lembaran baru dalam kompetisi darts di Indonesia pekan demi pekan, cerita demi cerita, dan rivalitas antar tim menjadi warna dalam perjalanan menuju kejayaan. Pekan kedua menjadi bukti bahwa determinasi dan kekompakan bisa menjadi kunci kemenangan mutlak, seperti yang ditunjukkan oleh Tim Mr. P.
Darts bukan sekedar permainan lempar anak panah. Di balik garis oche, ada cerita, ambisi, dan semangat sportivitas. Dan di SUPER LEAGUE SEASON 1, semuanya berpadu dalam harmoni yang memikat.
GAME ON! SPIRIT ON!
Wednesday, 04 Jun 2025
Jakarta, Hangoutproject.id - Dalam dunia darts yang penuh gemerlap, tidak semua juara mendapat sorotan yang layak. Nama-nama besar seperti Phil Taylor, Michael Van Gerwen, hingga sensasi muda Luke Littler tentu akrab di telinga penggemar. Namun bagaimana dengan mereka yang berjaya, namun seakan dilupakan sejarah?
Dilansir dari dartsnews.com mantan pemain profesional dan pemenang Final Kejuaraan Pemain, Paul Nicholson, mencoba menjawab pertanyaan itu. Dalam kolom terbarunya untuk Sporting Life, pria berjuluk “The Asset” mengungkap tiga nama juara dunia yang menurutnya paling diremehkan sepanjang masa.
Rob Cross: Juara Dunia yang Tak Pernah Benar-Benar Dirayakan
Rob Cross menembus dunia darts profesional dengan ledakan dahsyat. Hanya dua tahun setelah tampil di Challenge Tour, Cross mengalahkan Phil Taylor di final Kejuaraan Dunia 2018 dan menyabet gelar tertinggi.
Namun, menurut Nicholson, kemenangan itu tidak disambut gegap gempita seperti yang didapatkan Littler atau Fallon Sherrock di masa kini. “Orang-orang masih belum mengerti betapa hebatnya Rob Cross,” tegasnya. “Sejak 2018, dia sudah main di 12 final utama dan memenangkan empat gelar, termasuk World Matchplay dan dua European Championship. Tapi gaungnya di luar arena? Hampir tidak ada.”
Cross bukan tipikal bintang glamor. Ia bukan spesialis 180 yang memukau, tapi keandalan finishing dan kecintaannya pada treble 18 membuatnya menjadi salah satu eksekutor paling klinis dalam olahraga ini. Ia hanya belum mencapai satu final besar—World Grand Prix. selain itu, resume-nya nyaris lengkap. Tapi, entah kenapa, sorotan publik belum berpihak padanya.
John Part – Sang Visioner dari Kanada
Menyebut nama John Part mungkin akan membuat para penggemar darts senior mengangguk setuju. Tapi apakah namanya benar-benar disebut sejajar dengan Phil Taylor, Eric Bristow, atau John Lowe? Tidak juga, dan itu yang membuat Nicholson geleng-geleng kepala.
“Seorang Kanada menang di Kejuaraan Dunia pada 1994? Itu seperti kisah dongen,” kenangnya. Tapi Part bukan one-hit wonder. Ia juara dunia tiga kali – di tiga arena berbeda: Lakeside, Circus Tavern, dan Alexandra Palace. Dan jangan lupa, ia pernah mengalahkan Phil Taylor dalam salah satu final paling legendaris sepanjang masa.
Nicholson menegaskan, meski Part tidak dikenal dengan average tertinggi, “gelar tidak diberikan kepada pemain dengan angka 110 tapi gagal menang. Gelar diberikan kepada mereka yang tahu kapan harus membunuh permainan.” Dari kemenangan di Las Vegas hingga performa tangguh di UK Open 2018, John Part membuktikan ketangguhannya di berbagai era. Jarak antara gelar dunia pertamanya (1994) dan ketiganya (2008)? 14 tahun – sesuatu yang belum tentu bisa diulang, bahkan oleh bintang seperti Luke Littler di masa depan.
Scott Waites – Tukang Kayu yang Menolak Jadi Selebriti
Nama terakhir mungkin tidak sering muncul di arus utama, tapi Scott Waites adalah legenda di kalangan penggemar setia. Dua gelar dunia BDO, satu World Masters, Zuiderduin Masters, hingga kemenangan di Grand Slam 2010 – repertoarnya lengkap.
Yang paling diingat Nicholson adalah momen saat Waites membalikkan ketertinggalan 0-8 menjadi menang 16-12 atas James Wade. Dengan rata-rata di atas 100, ia menunjukkan bahwa darts terbaiknya muncul saat menghadapi lawan terbaik.
Namun, gaya hidup Waites jauh dari panggung gemerlap. “Scott menyukai hidupnya sebagai tukang kayu,” ujar Nicholson. “Ia suka bekerja, suka melempar darts tanpa sirkus dan kamera.” Ketika akhirnya ia pindah ke PDC pada 2020, masa emasnya sudah lewat. Tapi warisannya tetap utuh: juara dunia dua kali dan pemenang berbagai gelar besar, meski tidak pernah jadi headline.
Diremehkan, Tapi Tak Terlupakan
Ketiga nama ini — Rob Cross, John Part, dan Scott Waites – mungkin tidak selalu terpajang di dinding museum darts atau dibanjiri liputan media. Tapi prestasi mereka berbicara. Mereka adalah juara sejati yang membuktikan bahwa tak semua pemenang butuh sorotan terang untuk bersinar.
Setuju dengan pilihan Paul Nicholson? Atau Anda punya jagoan lain yang juga layak disebut sebagai juara paling diremehkan? Sampaikan pendapat Anda – karena dalam dunia darts, kadang yang paling tenang adalah yang paling mematikan.
Tuesday, 03 Jun 2025